Infark Miokard Akut ( AMI ) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu ( S. Harun, Ilmu Penyakit Dalam edisi ketiga FK UI, hal 1098 ).
Etiologi
Umumnya AMI didasari oleh adanya aterosklerosis pembuluh darah koroner. Nekrosis miokard akut, hampir selalu terjadi akibat penyumbatan total arteri koronaria oleh trombus yang terbentuk pada plaque aterosklerosis yang tidak stabil; juga sering mengikuti ruptur plaque pada arteri koroner dengan stenosis ringan (50-60%). Kerusakan miokard terjadi dari endokardium ke epikardium, menjadi komplit dan ireversibel dalam 3 – 4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit, proses remodelling miokard yang mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non-infark mengalami dilatasi. Secara morfologis AMI dapat transmural atau sub-endokardial. AMI transmural mengenai seluruh dinding miokard dan terjadi pada daerah distribusi suatu arteri koroner. Sebaliknya pada AMI sub-endokardial, nekrosis hanya terjadi pada bagian dalam dinding ventrikel dan umumnya berupa bercak-bercak dan tidak konfluens seperti AMI transmural. AMI sub-endokardial dapat regional (terjadi pada distribusi satu arteri koroner) atau difus (terjadi pada distribusi lebih dari satu arteri koroner). Patogenesis dan perjalanan klinis dari kedua AMI ini berbeda
AMI subendokardial
Daerah subendokardial merupakan daerah miokard yang amat peka terhadap iskemia dan infark. AMI subendokardial terjadi akibat aliran darah subendokardial yang relatif menurun dalam waktu yang lama sebagai akibat perubahan derajat penyempitan arteri koroner atau dicetuskan oleh kondisi-kondisi seperti hipotensi, perdarahan dan hipoksia. Derajat nekrosis dapat bertambah bila disertai peningkatan kebutuhan oksigen miokard, misalnya akibat takikardia atau hipertrofi ventrikel. Walaupun pada mulanya gambaran klinis dapat relatif ringan, kecenderungan iskemik dan infark lebih jauh merupakan ancaman besar setelah pasien dipulangkan dari rumah sakit.
AMI transmural
Pada lebih dari 90 % pasien AMI transmural berkaitan dengan trombosis koroner. Trombosis sering terjadi di daerah yang mengalami penyempitan arteriosklerotik. Penyebab lain lebih jarang ditemukan. Termasuk disini misalnya perdarahan dalam plaque aterosklerotik dengan hematom intramural, spasme yang umunya terjadi di tempat aterosklerotik dan emboli koroner. AMI dapat terjadi walau pembuluh koroner normal, tetapi hal ini amat jarang.
Patofisiologi
Arteri koroner kiri memperdarahi sebagian terbesar ventrikel kiri, septum dan atrium kiri. Arteri koroner kanan memperdarahi sisi diafragmatik ventrikel kiri, sedikit bagian posterior septum, dan ventrikel serta atrium kanan. Nodus SA lebih sering diperdarahi oleh arteri koroner kanan daripada kiri ( cabang sirkumfleks ). Nodus AV 90 % diperdarahi oleh arteri kanan dan 10 % dari sisi kiri ( cabang sirkumfleks ). Kedua nodus SA dan AV juga mendapat darah dari arteri Kugel. Jadi jelaslah obstruksi arteri koroner kiri sering menyebabkan infark anterior, dan obstruksi arteri koroner kanan menyebabkan infark. Tetapi bila obstruksi telah terjadi dibanyak tempat dan kolateral – kolateral telah terbentuk, lokasi infark mungkin tidak dapat dicerminkan oleh pembuluh asal mana yang terkena. AMI sulit dikenali pada 24 – 48 jam pertama, setelah ini serat – serat miokard membengkak dan nuklei menghilang. Di tepi infark dapat terlihat perdarahan dan bendungan. Dalam beberapa hari pertama daerah infark akut sangat lemah. Secara histologis penyembuhan tercapai sekurang – kurangnya setelah 4 minggu, namun pada umumnya setelah 6 minggu.
Proses terbentuknya plaque ( aterosklerosis ) banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama kebiasaan hidup yang jelek, antara lain :
Merokok, makan berlebihan ( obesitas ), latihan fisik yang kurang, pengaruh psikososial, pada diit rendah serat, asupan natrium, alcohol.
Dari hal – hal tersebut di atas akan menimbulkan penumpukan lemak yang berlebihan, sehingga akan terbentuk kolesterol. Bila aktivitas manusia rendah, kolesterol ini akan menumpuk di dalam lumen arteri koronaria dan terbentuklah plaque ( aterosklerosis ). Plaque ini semakin lama semakin menebal dan bisa sampai menutupi pembuluh darah koroner, sehingga jantung tidak mendapatkan suplai O2 dan nutrisi, yang aKriteria hasilirnya akan terjadi infark miokard akut, gejala yang paling sering muncul adalah adanya nyeri dada yang Kriteria hasilas.
Tanda dan Gejala
Keluhan : rasa tidak enak, sakit, rasa tertindih beban berat, atau rasa tercekik
Lokasi bagian tengah dada, belakang tulang dada, kerap menjalar ke bahu, punggung, bawah dagu dan ke tangan
Jangka waktu beberapa menit, biasanya lebih dari 5 menit dan keluhan hilang timbul dan semakin berat/ progresif
Tanda – tanda lain serangan jantung : berkeringat dingin, lemas, sesak nafas, dan pingsan
Penderita AMI tidak selalu mengalami keluhan spesifik seperti di atas. Pada orang yang mempunyai beberapa faktor resiko koroner, keluhan sukar menelan harus dicurigai mengalami AMI. Sakit dada ( chest pain ) sering berhubungan dengan AMI, tetapi dari penelitian populasi usia lanjut, menunjukkan kira – kira 2/3 dari kejadian AMI tidak didahului oleh sakit dada.
Perubahan EKG pada AMI
Daerah Iskemia : inversi gelombang T, karena perubahan repolarisasi
Daerah Luka : elevasi segmen ST, karena iskemia berat
Daerah infark : gelombang Q abnormal/ patologis karena tidak ada depolarisasi pada jaringan mati/ nekrosis
Laboratorium
Peningkatan kadar enzim atau isoenzim merupakan indikator spesifik AMI. Pada AMI enzim – enzim intrasel ini dikeluarkan ke dalam aliran darah. Kadar total enzim – enzim ini mencerminkan luas AMI. Pemeriksaan yang berulang diperlukan apalagi bila diagnosis AMI diragukan atau untuk mendeteksi perluasan AMI. Enzim – enzim terpenting ialah kreatin fosfokinase atau aspartat amino transferase ( SGOT ), laktat dehidrogenase ( alfa-HBDH ), dan isoenzim CPK – MB ( CK-MB ). Berbeda dengan SGOT dan LDH, nilai CPK tidak dipengaruhi oleh adanya bendungan hati, sehingga lebih diagnostik untuk AMI.
Penatalaksanaan
Prinsip Umum Penatalaksanaan AMI
1.Diagnosa
a.Berdasarkan riwayat penyakit dan keluhan/ tanda – tanda
b.EKG awal tidak menentukan, hanya 24 – 60 % dari AMI ditemukan dengan EKG awal yang menunjukkan luka akut ( Acute injury )
2.Terapi Oksigen
a.Hipoksia menimbulkan metabolisme anaerob dan metabolik asidosis, yang akan menurunkan efektifitas obat – obatan dan terapi elektrik ( DC shock )
b.Pemberian oksigen menurunkan perluasan daerah iskemik
c.Penolong harus siap dengan bantuan pernafasan bila diperlukan
3.Monitor EKG
a.Harus segera dilaksanakan
b.Kejadian VF sangat tinggi pada beberapa jam pertama AMI. Penyebab utama kematian beberapa jam pertama AMI adalah aritmia jantung 3. Elevasi segmen ST > atau = 0,1 mV pada 2 atau lebih hantaran dari area yang terserang ( anterior, lateral, inferior ), merupakan indikasi adanya serangan miokard karena iskemia akut.
4.Akses Intravena
a.Larutan fisiologis atau RL dengan jarum infus besar
b.Bila pada kejadian henti jantung, nafas tak ada, saluran infus terpasang, maka vena cubiti anterior dan vena jugularis eksterna merupakan pilihan pertama untuk dipasang aliran infus
5.Penghilang rasa sakit
a.Keuntungan
Menurunkan kegelisahan dan rasa sakit, dapat menurunkan tekanan darah dan frekuensi denyut nadi, menurunkan kebutuhan O2, menurunkan resiko terjadinya aritmia.
b.Terapi
Preparat nitrat : tablet di bawah lidah atau spray
Nitrogliserin IV untuk sakit dada iskemik berat dan tekanan darah > 100 mmHg
Morphin 9 jika nitrat tidak berhasil atau pada sakit dada berat dengan dosis kecil IV ( 1-3 mg ), diulang setiap 5 menit nitrasi sampai sakit dada hilang
c.Komplikasi
Hipotensi
Aritmia karena perfusi kurang pada miokard atau reperfusi. Penghilang rasa sakit merupakan prioritas obat – obat yang diberikan
6.Trombolitik
a.Penyumbatan koroner sangat sering disebabkan trombosis
b.Perlu diberikan segera oleh dokter yang mampu ALCS
7.Limitasi Infark
Diltazen ( antagonis calsium ), Nitrogliserin IV, Beta blockers, Aspirin.
Komplikasi AMI
Aritmia ; ekstra sistol, bradikardia, AV block, takikardia, dan fibrilasi ventrikel
Gagal jantung dan edema paru
Shock
Ruptur miokard
Henti Jantung Nafas ( Cardio Pulmonary Arrest )
RENCANA KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN AMI (AKUT MIOKARD INFARK)
Diagnosa Keperawatan I
Nyeri akut b.d. iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri koroner
Ditandai dengan :
DO : wajah meringis
Perubahan nadi, tekanan darah
Gelisah, perubahan tingkat kesadaran
DS : pasien mengeluh nyeri pada dada dengan/ tanpa penyebaran
Tujuan :
Nyeri dada hilang/ terkontrol setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
Kriteria hasil :
Mendemonstrasikan teKriteria hasilnik relaksasi
Menunjukkan menurunnya tegangan, rileks, mudah bergerak
TTV stabil
Intervensi :
Mandiri
Pantau/ catat karakteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk non verbal, dan respon hemodinamik
Ambil gambaran lengkap terhadap nyeri dari pasien, termasuk lokasi, intensitas, lamanya, kualitas, dan penyebaran
Kaji ulang riwayat angina sebelumnya, nyeri menyerupai angina, atau nyeri infark miokard
Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera
Ajarkan pasien teKriteria hasilnik manajemen nyeri, relaksasi dan distraksi
Berikan lingkungan yang tenang, aktifitas perlahan dan tindakan nyaman
Kolaborasi
Berikan O2 tambahan dengan nasal kanule/ masker
Berikan obat sesuai indikasi, misal :
Antiangina : Nitrogliserin
Beta blockers : Atenolol, propanolol
Analgesik : Morphin, Meperidin
Diagnosa Keperawatan II
Intoleransi aktivitas b.d. ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan kebutuhan
DO : Gangguan frekuensi jantung dan tekanan darah dalam aktivitas
Terjadinya disritmia
Perubahan warna kulit/ kelembaban
Kelemahan umum
DS : Mengeluh nyeri dada saat kerja
Mengeluh tidak bertenaga
Tujuan :
Toleransi aktivitas pasien meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
Frekuensi jantung dan TD dalam batas normal
Kulit hangat, merah muda dan kering
Melaporkan tidak ada angina/ terkontrol dalam rentang waktu selama pemberian obat
Intervensi :
Mandiri
Catat/ dokumentasi frekuensi jantung, irama, dan perubahan tekanan darah sebelum, selama dan sesudah aktifitas sesuai indikasi
Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas pada dasar nyeri/ respon hemodinamik
Batasi pengunjung atau kunjungan pasien
Anjurkan pasien menghindari peningkatan tekanan abdomen yang berlebihan
Jelaskan pola peningkatan bertahap dari azktivitas
Kolaborasi
Rujuk ke program rehabilitasi jantung
Diagnosa Keperawatan III
Ansietas b.d. ancaman atau perubahan kesehatan dan status sosioekonomi
DO : Perilaku takut
Ketakutan, peningkatan tegangan, gelisah, wajah tegang
Ragu – ragu
Perilaku menentang/ menghindar
DS : Perasaan tidak adekuat
Focus pada diri sendiri, mengekspresikan masalah tentang kejadian saat ini.
Tujuan :
Pasien dapat mengenali perasaannya, kondisinya setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
Pasien mampu mengidentifikasi penyebab, faktor yang mempengaruhi
Menyatakan penurunan ansietas
Mendemonstrasikan ketrampilan pemecahan masalah positif
Intervensi :
Mandiri
Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman/ situasi, dorong mengekspresikan dan jangan menolak perasaan marah, kehilangan, takut, dll
Catat adanya kegelisahan, menolak, dan menyangkal
Mempertahankan gaya percaya ( tanpa keyakinan yang salah )
Kaji tanda verbal/ non verbal kecemasan dan tinggal dengan pasien. Lakukanlah tindakan bila pasien menunjukkan perilaku merusak
Terima tetapi jangan diberi penguatan terhadap penggunaan penolakan. Hindari konfrontasi
Orientasikan pasien/ orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan
Jawab semua pertanyaan secara nyata. Berikan informasi konsisten, ulangi sesuai indikasi
Kolaborasi
Berikan anti cemas/ hipnotik sesuai indikasi, misal : diazepam, chlorpromazin, dll.
Diagnosa Keperawatan IV
Curah jantung menurun b.d. penurunan kontraktilitas miokard
DO : tekanan darah rendah, nadi cepat, gelisah, sianosis, dispnea, disritmia.
DS : pasien mengatakan kalau tubuhnya merasa lelah dan lemas.
Tujuan :
Curah jantung adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
TD dalam batas normal, haluaran urine adekuat
TTV dalam batas normal
Tidak terdapat disritmiaf
Intervensi :
Mandiri
Raba nadi, catat frekuensi, keteraturan, amplitudo 9 penuh/ kuat ) dan simetris
Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, irama
Pantau TTV dan kaji keadekuatan curah jantung/ perfusi jaringan. Laporkan variasi penting pada TD/ frekuensi nadi, pernafasanperubahan warna kulit/ suhu, tingkat kesadaran/ sensasi, dan haluaran urine selama episode disritmia
Tentukan tipe disritmia dan catat irama : takikardi, bradikardi, disritmia atrial, disritmia ventrikel, block jantung
Berikan lingkungan kaji alasan untuk membatasi aktivitas selama fase akut
Selidiki laporan nyeri dada, cata lokasi, lamanya, intensitas dan faktor penghilang/ pemberat
Siapkan/ lakukan RJP sesuai indikasi
Kolaborasi
Pantau pemeriksaan laboratorium
Berikan tambahan O2 sesuai indikasi
Berikan obat sesuai indikasi
Misal : Kalium, untuk memperbaiki hipokalemi
Antidisritmia, disdisopiramide, prokainamide, quinidin, xylcain, mexiletin, dll.
Masukkan/ pertahankan masukkan iv
Siapkan untuk/ bantu penanaman otomatik kardioverter atau defibrilater bila diindikasikan
Diagnosa Keperawatan V
Kurang pengetahuan tentang penyebab/ kondisi pengobatan b.d. kurang informasi/ salah pengertian kondisi medis/ kebutuhan terapi
Ditandai dengan :
DO : Pasien bertanya tentang kondisinya.
DS : -
Tujuan :
Pasien memahami tentang kondisi, program pengobatan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
Kriteria hasil :
Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan kemungkinan efek samping merugikan dari obat
Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan tindakan
Intervensi :
Mandiri
Kaji ulang fungsi jantung normal/ kondisi elektrikal
Jelaskan/ tekankan masalah disritmia Kriteria hasilusus tindakan terapeutik pada pasien/ orang terdekat
Anjurkan/ catat pendidikan tentang obat, termasuk mengapa obat diperlukan
Dorong pengembangan latihan rutin/ menghindari latihan berlebihan
Memberi informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien/ orang terdekat untuk dibawa pulang
Anjurkan pasien melakukan pengukuran nadi denagn tepat
Formula Bunga (HF) terbuat dari Sari pati bunga-bungaan berbentuk larutan (tincture) yang mengandung fibrasi/panjang gelombang/energi yang diteteskan pada tablet plasebo (tablet kosong) yang terbuat dari bahan gula sukrosa/gula jagung. Energi HF dapat diukur dengan menggunakan alat GALVANOMETER. Satuan ukuran yang digunakan adalah NANOMETER (nm) yaitu ukuran panjang gelombang yang dihasilkan oleh getaran energi yang terkandung dalam masing-masing Formula Bunga (HF).
Formula Bunga nomor 8, 9, 11,13 dan 18 bekerja sebagai Obat Jantung alami, tanpa efek samping. HF 8 adalah obat jantung yang bekerja pada sistem medulla oblongata yang berkaitan dengan pengendalian denyut nadi, pernafasan, kesadaran dan psikologis. HF 9 adalah bagian Obat Jantung yang mengendalikan sistem hormon Tiroid dan ParaTiroid. HF 11 adalah bagian Obat Jantung yang bekerja pada sistem kelistrikan/elektrik organ jantung. HF 13 adalah bagian Obat Jantung yang bekerja pada organ ginjal dan anak ginjal (kelenjar Adrenal) yang mengendalikan sistem adrenalin. HF 18 adalah bagian Obat Jantung yang bekerja pada sistem sirkulasi darah pembuluh arteri maupun pembuluh vena. Kombinasi semua HF ini bekerja secara sinergis dan menyeluruh untuk menormalkan gangguan pada Jantung dan penyakit jantung. Untuk pengobatan penyakit jantung, Konsumsilah Obat Jantung berupa Kombinasi HF ini selama minimal 3 bulan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar